Kitab-Kitab Rujukan Amalan Ilmu Hikmah
Pesantren
salaf merupakan pesantren yang menyediakan sistem pendidikan non formal dengan tradisi dan cirikhasnya
mengkaji kajian kitab kuning sebagai materi pembelajarannya. Kitab-kitab kuning
yang sering di kaji di pesantren diantaranya kitab-kitab fiqh, ushul fiqh,
tasawuf, tafsir, tauhid, nahwu, balagah dan lain sebagainya yang dikarang oleh
para ulama-ulama besar abad terdahulu.
Tidak
hanya di pesantren-pesantren salaf, kini kitab-kitab klasik juga di kaji di
pesantren-pesantren modern sebagai upaya untuk melestarikan dan masih relevan
untuk di kaji. Salah
satu kitab yang sering dikaji di pondok pesantren yaitu kitab ilmu hikmah,
kitab yang mengkaji amalan-amalan. Ada beberapa kitab yang dapat dijadikan
rujukan untuk mendalami ilmu hikmah yang populer di kalangan pesantren.
Kitab-kitabnya diperjualbelikan selayaknya kitab-kitab kuning di setiap
pesantren. Diantara kitab-kitab tersebut adalah kitab yang disusun oleh KH.
Zahwan Anwar salah satu ulama dari Pati Jawa Tengah yang produktif dalam
menyusun kitab. Kitabnya banyak berisi tentang amalan-amalan yang berkaitan
dengan masyarakat beserta keterangan dosisnya atau kaifiyahnya.
Beberapa
kitab Kiai Zahwan Anwar yang fokus dalam bidang ilmu hikmah yaitu Kitab pertama
bernama Jaljalut. kedua Mahabbah, ketiga Mujarrobat al-Kubro, dan yang terakhir
Jalbu ar-Rizqi. Tujuan Kiai Zahwan menulis kitab-kitab tersebut hanya dua.
Pertama agar para santri senang berzikir. Kedua agar para santri semakin
mendekatkan dirinya kepada Allah dengan wiridan atau berzikir meski hanya
mengamalkan satu shalawat.
Pertama,
kitab Jaljalut merupakan induk dari seluruh kitab karya Kiai Zahwan Anwar. Di
dalamnya terdapat 60 bait. Kitab Jaljalut sebenarnya banyak, yang populer di
kalangan pesantren hingga saat ini ada dua dengan pengarang yang berbeda.
Pertama adalah Jaljalut Kubro yang ditulis oleh Kiai Romli dari Pamekasan.
Sementara Jaljalut karangan Kiai Zahwan biasanya disebut Jaljalut Sughro.
Sebenarnya pembedaan istilah Kubro dan Sughro ini hanya sebutan untuk
membedakan kedua kitab Jaljalut dengan pengarang berbeda. Inisiatif Kiai Zahwan
Anwar menulis kitab Jaljalut berangkat dari keresahan beliau melihat kitab
Jaljalut (maksudnya Jaljalut Kubro) hanya disimpan para santrinya secara
pribadi. Akhirnya beliau menulis kitab Jaljalut Sughro tersebut
Kedua,
kitab Mahabbah. Sebuah kitab kecil yang berisi tentang tuntunan agar mudah
mencintai sesuatu. Kiai Zahwan Anwar menulis kitab ini dengan tujuan agar
ketika kita mencintai sesuatu, tidak lupa kepada Allah. Jika kita cinta
terhadap sesuatu dan dekat dengan Allah, maka Allah pasti akan mengabulkannya.
Ketiga, kitab Mujarrobat Kubro didalamnya menerangkan amalan-amalan yang
digunakan untuk perlindungan diri ketika menjalani kehidupan di masyarakat.
Keempat, Jalbu ar-Rizqi. Kitab berisi amalan untuk diberikan rizqi yang halal
dan agar dilancarkan urusan ekoniminya. Maksud dari rizqi disini bukan
semata-mata harta benda atau uang semata. Rizqi itu adalah segala sesuatu yang
diberi oleh Allah.
Dari
berbagai kitab Kiai Zahwan Anwar tersebut, sebagaimana telah dijelaskan di
atas, tedapat lafal-lafal atau bagian-bagian khas (umum). Pada setiap bagian
kata, kalimat dan bait dari kitab Kiai Zahwan Anwar mengandung khasaish
(kekhususan-kehususan) bagi orang yang mempunyai hajat tertentu. Namun bagi
siapa saja yang hendak mengamalkannya, alangkah baiknya mengamalkan yang amm.
Sebab yang khas harus mendapat ijazah langsung dari dzurriyyah Kiai Zahwan atau
muridnya yang
telah mengamalkan.
Ada
cerita yang patut disimak. Suatu ketika ada seorang santri Kiai Zahwan Anwar
yang sedang terhimpit ekonomi dan berniat mengamalkan kitab Jalbu Rizqi Kiai
Zahwan Anwar tanpa ijazah terlebih dahulu. Seperti yang lazim diketahui,
kitab-kitab Kiai Zahwan Anwar jika diamalkan memang dipercaya mempunyai khasiat
tertentu. Dalam sebuah keterangan pada satu amalan yang terdapat di kitab Jalbu
ar-Rizqi diterangkan “Apabila ingin kaya maka harus puasa sekian hari dan tidak
boleh makan sesuatu yang bernyawa juga tidak boleh memakan hasil bumi. Puasa
seperti ini biasa disebut Ngerowot. Mengamalkan wiridnya terbilang sulit, yaitu
harus di tempat yang suci dan sepi sekaligus tidak terdengar suara apapun”.
Singkat
cerita, santri tersebut melaksanakan lelakon (istilah bagi orang yang sedang
mengamalkan amalan tertentu). Mereka sengaja memilih tempat yang memang
benar-benar sepi dan di atas batu di bawah grojogan (air terjun). Lelakon ini
dilakukan seseorang yang memang sedang mempunyai hajat tertentu. Jika sudah
begitu, lazimnya bakal ada khodam (sebutan untuk jin pendamping manusia) yang
datang. Sementara khodam, ada tiga kategori sifatnya. Pertama malaikat, kedua
jin dan yang terakhir adalah hawa nafsunya sendiri. Khodam yang mendatangi
mereka berdua ternyata dari bangsa jin. Wallhasil ia gagal dan hajatnya tidak
ada yang terkabul.
Kegagalan
santri tersebut berhubungan erat dengan kayfiyah ijazah. Seseorang yang
mendapat ijazah khas tentunya bakal berbeda dengan yang hanya mendapat ijazah
amm (boleh dibaca tanpa harus terlebih dahulu mendapat ijazah). Karena desakan
ekonomi, kedua santri itu membaca bagian yang khas, tanpa mendapat ijazah alias
membaca sendiri tanpa adanya guru dan tidak disandarkan kepada Allah swt. Akibatnya mereka gagal.
Semua
kitab yang disusun oleh Kiai Zahwan Anwar tersebut tidak terlepas dari
karya-karya yang disusun oleh para ulama terdahulu seperti Kitab Al-Aufaq karya
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali yang berisi tentang amalan aji-ajian, wifiq
untuk hajat yang sedang dialami. Selain itu, ada kitab Syamsul Ma’arif dan
Manba’u Ushuli Hikmah. Kedua kitab tersebut disusun oleh Syaikh Ahmad bin Ali
bin Yusuf al-Buni yang terkenal dengan ilmu hikmahnya. Didalamnya berisi tentang rahasia-rahasia
yang membahas rahasia huruf dan
keutamaan waktu, selain itu juga berisi tentang dasar-dasar ilmu hikmah seperti
tata cara membuat wifiq-wifiq semacam rajah. Selain itu juga ada Mujarrobat
Dairobi sebuah karya dari Syaikh Ahmad ad-Dairobi di dalamnya menjelaskan
rahasia- rahasia
dan khowas di dalam bacaan basmalah, al-fatihah, Ayat Kursi, Yasin dan beberapa
surat lainya yang ada dalam Al-Qur’an.
Beberapa
kitab tersebut memiliki daya tarik yang luar biasa di kalangan pesantren untuk
dipelajari. Amalan-amalan ilmu hikmah menjadi power bagi guru-guru sufi untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt dalam menempuh jalan makrifat. Namun semua
amalan-amalan ini pada dasarnya adalah ikhtiar bagi setiap makhluk untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Oleh karena itu semua amalan ini perlu adanya
sanad yang terhubung dengan para guru-guru. Para ulama ahli hikmah selalu
mengakui bahwa amalan-amalanya tersebut dapat terhubung sampai amaliyahnya
Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Editor:
Abdul Manap
Sumber:
Alif.id